Teori dan Teknik Konseling:TERAPI GESTALT
Selasa, 08 Oktober 2013 @ 07.10 | 0 Comment [s]
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pandangan Gestalt terhadap hakikat
manusia
Pandangan pendekatan Gestalt terhadap
manusia dipengaruhi oleh filsafat eksistensial dan fenomenologi. Asumsi dasar
pendekatan Gestalt tentang manusia adalah bahwa individu dapat mengatasi
sendiri permasalahannya dalam hidup, terutama bila mereka menggunakan kesadaran
akan pengalaman yang sedang dialami dan dunia sekitarnya. Gestalt berpendapat
bahwa individu memiliki masalah karena menghindari masalah. Oleh karena itu
pendekatan Gestalt mempersiapkan individu dengan intervensi dan tantangan untuk
membantu konseli mencapai integrasi diri dan menjadi lebih autentik (Corey,
1993,p.121).
Menurut pendekatan Gestalt, area yang
paling penting yang harus diperhatikan dalam konseling adalah pemikiran dan
perasaan yang individu alami pada saat sekarang. Perilaku yang normal dan sehat
terjadi bila individu bertindak dan bereaksi sebagai organisme yang total,
yaitu memiliki kesadaran pada pemikiran, perasaan dan tindakan pada masa
sekarang. Banyak orang yang memisahkan kehidupannya dan lebih berkonsentrasi
serta memfokuskan perhatiannya pada poin-poin dan kejadian-kejadian tertentu
dalam kehidupannya. Hal ini menyebabkan fragmentasi dalam diri yang dapat
terlihat dari gaya hidup yang tidak efektif yang berakibat pada produktivitas
yang rendah bahkan membuat masalah.
Pendekatan Gestalt berpendapat bahwa
individu yang sehat secara mental adalah:
·
Individu yang dapat mempertahankan
kesadaran tanpa dipecah oleh berbagai stimulasi dari lingkungan yang dapat
mengganggu perhatian individu. Orang tersebut dapat secara penuh dan jelas
mengalami dan mengenali kebutuhannya dan alternatif potensi lingkungan untuk
memenuhi kebutuhannya.
·
Individu yang dapat merasakan dan
berbagi konflik pribadi dan frustasi tapi dengan kesadaran dan konsentrasi yang
tinggi tanpa ada percampuran dengan fantasi-fantasi.
·
Individu yang dapat membedakan
konflik dan masalah yang dapat diselesaikan dan tidak dapat diselesaikan.
·
Individu yang dapat mengambil tanggung
jawab atas hidupnya.
·
Individu yang dapat berfokus pada satu
kebutuhan (the figure) pada satu waktu sambil menghubungkannya dengan kebutuhan
yang lain (the ground), sehingga ketika kebutuhan itu terpenuhi disebut juga
Gestalt yang sudah lengkap (Thompson et.al.2004,p.184-185).
Menurut
Gestalt, individu menyebabkan dirinya terjerumus pada masalah-masalah tambahan,
karena tidak mengatasi kehidupannya dengan baik pada kategori dibawah ini
·
Kurang kontak dengan lingkungan, yaitu
individu menjadi kaku dan memutus hubungan antara dirinya dengan orang lain dan
lingkungan.
·
Confluence, yaitu individu yang
terlalu banyak memasukkan nilai-nilai dirinya kepada orang lain atau memasukkan
nilai-nilai lingkungan pada dirinya, sehingga mereka kehilangan pijakan dirinya
dan kemudian lingkungan yang mengontrol dirinya.
·
Unfinished business, yaitu orang yang
memiliki kebutuhan yang tidak terpenuhi, perasaan yang tidak diekspresikan dan
situasi yang belum selesai yang mengganggu perhatiannya (yang mungkin
dimanifestasikan dalam mimpi).
·
Fragmentasi, yaitu orang yang mencoba
untuk menemukan atau menolak kebutuhannya seperti kebutuhan agresi.
·
Topdog/underdog: orang yang
mengalami perpecahan pada kepribadiannya, yaitu antara apa yang mereka
pikir”harus” dilakukan (topdog) dan apa yang mereka “inginkan” (underdog).
·
Polaritas atau dikotomi, yaitu orang
yang cenderung untuk”bingung dan tidak dapat berkata-kata (speecheless)” pada
saat terjadi dikotomi dalam dirinya seperti antara tubuh dan pikiran (body and
mind), antara diri dan lingkungan (self-external world), antara emosi dan
kenyataan (emotion-reality), dan sebagainya (Thompson et.al.2004,p.185-186).
Untuk lebih memperjelas tentang polaritas, Assagioli
(1965) mengidentifikasikan lima tipe polaritas, yaitu:
a.
Polaritas fisik, yaitu polaritas maskulin
dan feminin.
b.
Polaritas emosi, yaitu polaritas antara
kesenangan dan kesakitan, antara kesenangan (excitement) dan depresi, serta
antara cinta dan benci.
c.
Polaritas mental, yaitu polaritas antara
ego orang tua dan ego anak, antara eros (perasaan) dan logos (akal sehat),
serta antara yang harus dilakukan (topdog) dan yang diinginkan (underdog).
d.
Polaritas spiritual, yaitu
polaritas antara keraguan intelektual dan dogma agama.
e.
Polaritas interindividual, yaitu
polaritas antara laki-laki dan perempuan (Thompson et.al.2004,p.186).
Pandangan
Teori Gestalt tentang munculnya masalah pada manusia
Pandangan Gestalt adalah bahwa individu memiliki
kesanggupan memikul tanggung jawab pribadi dan hidup sepenuhnya sebagai pribadi
yang terpadu. Disebabkan oleh masalah-masalah tertentu dalam perkembangannya,
individu membentuk berbagai cara menghindari masalah dan karenanya, menemui
jalan buntu dalam pertumbuhan pribadinya. Terapi menyajikan intervensi dan
tantangan yang diperlukan, yang bisa membantu individu memperoleh pengetahuan
dan kesadaran sambil melangkah menuju pemanduan dan pertumbuhan. Dengan
mengakui dan mengalami penghambat-penghambat pertumbuhannya, maka kesadaran
individu atas penghambat-penghambat itu akan meningkat sehingga dia kemudian bisa
mengumpulkan kekuatan guna mencapai keberadaan yang lebih otentik dan vital.
Menurut pendekatan Gestalt, individu yang sehat
adalah individu yang dapat melengkapi siklus Gestalt. Bila individu tidak dapat
menggenapi siklus tersebut, maka individu akan memiliki beberapa masalah yang
berkaitan dengan lapisan neurosis, urusan yang tidak selesai (unfinished
business), dan berbagai bentuk pertahanan diri (modes of defense). Ketiga
konsep tersebut akan dijelaskan lebih lanjut pada konsep dasar Gestalt.
B.
Karakteristik dan asumsi dasar
konseling Gestalt
·
Beberapa prinsip gestalt
beberapa prinsip dasar yang mendasari teori gestalt
terapi dijelaskan secara singkat dalam bagian ini: holisme, teori medan,
sosok-pembentukan proses dan pengaturan-diri organismik. konsep-konsep kunci
lain gestalt terapi yang develoved secara lebih rinci di bagian-bagian yang
mengikuti.
a.
gestalt holisme adalah kata Jerman
berarti keseluruhan atau selesai, atau bentuk yang tidak dapat Kepulauan ini
terpisah menjadi bagian tanpa kehilangan esensi. seluruh alam adalah melihat
keseluruhan bersatu dan koheren, dan seluruh berbeda dari jumlah
bagian-bagiannya. karena gestalt terapis tertarik seluruh orang, mereka
menempatkan nilai tidak unggul pada aspek tertentu individu. Gestalt praktek
menghadiri untuk klien pikiran, perasaan, perilaku, tubuh, kenangan, dan
impian. penekanan mungkin pada tokoh (aspek-aspek dari individu experince yang
paling menonjol setiap saat) atau tanah (aspek-aspek dari klien presentasi yang
sering keluar dari nya kesadaran). isyarat untuk latar belakang ini dapat
ditemukan di permukaan melalui gestur fisik, nada suara, sikap, dan konten
lainnya nonverbal. ini sering disebut oleh terapis gestalt sebagai 'hadir
jelas' sementara memperhatikan bagaimana bagian cocok bersama-sama, bagaimana
individu membuat kontak dengan lingkungan, dan integrasi.
b.
Teori medan. Gestalt terapi didasarkan
pada teori medan, yang didasarkan pada prinsip bahwa organisme harus dilihat
dalam lingkungan, atau dalam konteks, sebagai bagian dari bidang terus berubah.
Gestalt theraphy didasarkan pada prinsip-prinsip yang semuanya relasional,
berubah, saling terkait, dan dalam proses. Gestalt terapis memperhatikan dan
mengeksplorasi apa yang terjadi di perbatasan antara orang dan lingkungan. pada
kenyataannya, pariett (2005) menulis: \'field telah menjadi salah satu istilah
yang paling sering digunakan dalam saat ini gestait sastra... feild adalah
seluruh situasi terapis, klien, dan semua yang terjadi di antara mereka,
lapangan dibuat dan terus-menerus remade\'(p.43)
c.
proses pembentukan gambar. berasal
dari bidang persepsi visual oleh sekelompok gestalt psikolog, proses
pembentukan gambar menjelaskan bagaimana individu mengatur pengalaman dari saat
ini, dalam gestalt terapi differentiatis lapangan ke depan (gambar) dan latar
belakang (tanah) proses pembentukan figur melacak bagaimana beberapa aspek dari
bidang lingkungan muncul dari latar belakang dan menjadi titik fokus perhatian
individu dan bunga. kebutuhan masing-masing pada saat dominan mempengaruhi
proses ini (Frew, 1997)
d.
regulasi diri yang
organismik. proses pembentukan gambar yang terkait dengan prinsip-prinsip
organismik self regulation, atau minat, organisme akan melakukan yang terbaik
untuk diatur themself diberikan kemampuan mereka sendiri dan sumber daya
lingkungan mereka (latner, 1986) individu dapat mengambil tindakan dan membuat
kontak yang akan mengembalikan keseimbangan, atau memberikan kontribusi yang
menarik untuk pertumbuhan dan perubahan. apa yang muncul dalam pekerjaan
terapeutik adalah sedikit pun terkait Apakah menarik untuk atau apa klien harus
dapat untuk mendapatkan kembali rasa keseimbangan. Gestalt terapis langsung
klien kesadaran untuk angka-angka yang muncul dari latar belakang selama sesi
terapi dan menggunakan proses pembentukan gambar sebagai panduan untuk fokus
therapeitic pekerjaan. Tujuannya adalah untuk membantu klien untuk mendapatkan
penutupan situasi yang belum selesai, menghancurkan gestalts tetap dan
memasukkan gestalt lebih memuaskan sekarang.
ü Prinsip-prinsip
pengorganisasian:
1)
Principle of Proximity: Organisasi
berdasarkan kedekatan elemen
2)
Principle of Similarity: Organisasi
berdasarkan kesamaan elemen
3)
Principle of Objective Set: Organisasi
berdasarkan mental set yang sudah terbentuk sebelumnya
4)
Principle of Continuity: Organisasi
berdasarkan kesinambungan pola
5)
Principle of Closure/ Principle of Good
Form: Organisasi berdasarkan “bentuk yang sempurna”
6)
Principle of Figure and Ground:
Organisasi berdasarkan persepsi terhadap bentuk yang lebih menonjol dan
dianggap sebagai “figure”. Dimensi penting dalam persepsi figur dan obyek
adalah hubungan antara bagian dan figure, bukan karakteristik dari bagian itu
sendiri. Meskipun aspek bagian berubah, asalkan hubungan bagian-figure tetap,
persepsi akan tetap. Contoh : perubahan nada tidak akan merubah persepsi
tentang melodi.
7)
Principle of Isomorphism: Organisasi
berdasarkan konteks.
·
Kosep Dasar Gestalt
a. Disini dan sekarang (Here and Now)
Perls mengatakan bahwa
“kekuatan ada pada masa kini” (“power is in the present”). Pendekatan ini
mengutamakan masa sekarang, segala sesuatu tidak ada kecuali yang ada pada masa
sekarang (the now), karena masa lalu telah berlalu dan masa depan belum sampai,
hanya masa sekarang yang penting. Hal ini karena dalam pendekatan Gestalt
mengapresiasi pengalaman pada masa kini (Corey, 1986,p.122). Menurut Gestalt,
kebanyakan orang kehilangan kekuatan masa sekarangnya. Alih-alih menghargai
pengalaman masa sekarang, individu menginvestasikan energinya untuk mengeluh
tentang kesalahan masa lalu dan bergulat pada resolusi dan rencana masa depan
yang tidak ada ujungnya. Dalam konseling Gestalt, untuk membantu konseli
melakukan kontak dengan masa sekarang, konselor menggunakan kata tanya misal
“apa”(what) dan “bagaimana”(how), jarang sekali menggunakan kata
“mengapa”(why). Kata “mengapa”(why) dikategorikan sebagai “kata kotor”(dirty
word) karena menggiring konseli untuk melakukan rasionalisasi dan khayalan
diri(self-deception) (Corey,1986,p.122). Masa lalu tidak penting kecuali bila
berhubungan dengan fungsi-fungsi individu yang dibutuhkan pada masa sekarang.
b. Lapisan Neurosis ( Layers Of Neurosis )
Menurut pandangan gestalt, individu
memiliki lima lapisan neorosis dalam dirinya yang diumpankan seperti kulit
bawang yang berlapis- lapis.
Lapisan-lapisan neorosis yang
menyebabkan gangguan perkembangan psikologis individu adalah :
·
Lapisan phony ( the phony layer )
Terdiri
dari reaksi terhadap orag lain dengan cara steriotip dan tidak autentik. Pada
level ini individu bermain dan kehilangan perannya. Dengan bertingkah laku
sebagai pribadi yang bukan dirinya, individu hidup dalam fantasi yang
diciptakan oleh diri sendiri dan orang lain.
·
Lapisan phobic ( the phobic layer )
Pada
tahap ini individu berusaha menghindari kesakitan emosional yang berhubungan
dengan melihat hal –hal dalam diri yang sebenarnya dipilih untuk dihindari.
Pada poin ini individu cenderung untuk cenderung untuk resisten menerima diri
sendiri.
·
Lapisan impasse ( the impasse layer )
Pada
thap ini individu mengalami kemacetan dalam perkembangan. Individu menganggap
bahwa ia tidak bisa bertahan hidup ( survive ), karena individu menganggap
bahwa ia tidak memiliki sumber dan potensi untuk berkembang tanpa ukungan
lingkungan.individu cenderung berusaha memanipulasi lingkungan untuk melihat,
mendengar, merasa, berfikir dan mengambil keputusan untuk dirinya.
·
Lapisan implosif ( the implosive layer )
Lapisan
individu dapat menerima bahwa ia mengalami perasaan kematian dan kehampaan,
kemudian ia menghadapinya dan tidak menghindarinya, maka lapisan implosifnya
mulai terbuka.
·
Lapisan eksplosif ( the explosive layer
)
Lapisan
dimana individu melakukan ontak dengan perasaan kematian dan kehampaan kemudian
melepaskan phony roles dan kepura-puraan, maka individu melepaskan energi yang
besar yang selama ini dipertahankan dengan berpura- pura menjadi orang yang
bukan dirinya sebenarnya. Ketika eksplosive layer terbuka, maka individu dapat
melakukan kontak dengan orang lain, dengan dirinya, yang asli dan autentik.
Individu dapat memperlihatkan dirinya yang asli dan mengekspresikan kepedihan,
kesenangan dan kemarahannya tanpa harus menutup- nutupinya ( corey 1986, p.
298-299 ).
c. Urusan yang tidak selesai
(unfinished business) dan penghindaran (avoidance)
Unfinished
business adalah perasaan-perasaan yang tidak dapat diekspresikan pada masa lalu
seperti kesakitan, kecemasan, perasaan bersalah, kemarahan, dan sebagainya. Hal
ini karena perasaan ini tidak diekspresikan dan terus menggangu kehidupan masa
sekarang, dan membuat individu tidak dapat melakukan kontak dengan orang lain
dengan autentik.
Unfinished
business memiliki efek yang dapat mengganggu individu, seperti kecemasan yang
berlebihan sehingga individu tidak dapat memperhatikan hal penting lain
(preoccupation), tingkah laku yang tidak terkontrol (compulsive behavior),
terlalu berhati-hati (wariness oppressive energy) dan menyakiti diri sendiri
(self-defeating behavior) (Corey,1986,p.123).
Penghindaran
(avoidance) berkaitan erat dengan unfinished business. Penghindaran adalah
individu yang selalu menghindari untuk menghadapi unfinished business dan dari
mengalami pengalaman emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan
unfinished business.
d. Energi dan hambatan energi (energy
and block to energy)
Dalam
Gestalt, individu adalah organisme yang terdiri dari psikologis, dan fisiologis,
kedua sistem ini berhubungan dan saling mempengaruhi. Bila terdapat masalah
pada psikologis, kondisi fisiologis dapat mengalami gangguan pula yang disebut
dengan hambatan energi. Hambatan energi dapat dimanifestasikan dalam bentuk:
a.
Ketegangan pada bagian tubuh tertentu,
biasanya leher dan bahu.
b.
Posisi tubuh kaku dan tertutup.
c.
Bernapas pendek-pendek
d.
Tidak mau menatap orang lain ketika
berbicara
e.
Menahan napas bila ada sesuatu yang
mengganggu
f.
Rasa kebal atau baal pada bagian tubuh
tertentu
g.
Berbicara dengan suara yang sangat kecil
(Corey,1986,p.124).
e. Bentuk-bentuk Pertahanan Diri
(Modes of Defense)
Selain lapisan-lapisan neurosis,
individu memiliki lima bentuk pertahanan diri (Modes of
defense) yang beroperasi dalam dirinya, yaitu :
1)
Introjeksi: kecenderungan untuk menerima
kepercayaan dan derajat orang lain tanpa kritis, tanpa menjadikannya selaras
dengan keadaan kita sebenarnya.
2)
Proyeksi: kebalikan introjeksi, dalam
proyeksi kita ditunjukan aspek-aspek tertentu diri kita dalam lingkungan.
Ketika kita sedang diproyeksi, kita mempunyai gangguan yang membedakan antara
dunia internal dan dunia luar, berupa sifat-sifat kepribadian kita yang tidak
konsisten dengan citra diri kita yang ditunjukan didepan orang lain.
3)
Retrofleksi: yaitu melihat diri kita ke
belakang apa yang ingin kita lakukan pada orang lain dan sedang melakukan apa
untuk diri kita, apa yang akan dilakukan oranglain pada kita.
4)
Defleksi: merupakan proses penyimpangan,
sehingga sulit untuk mempertahankan rasa keterhubungan yang ditopang.
Pemyimpangan ini berupa berkurangnya pengalaman emosional.
5)
Konfluens: berupa pengaburan perbedaan
antara pribadi dan lingkungan. Konfluens dalam masalah hubungan meliputi
ketidak terlibatan diri dalam konflik.
C.
Tujuan konseling Gestalt
Terapi gestalt memiliki beberapa sasaran penting
yang berbeda. Sasaran dasarnya adalah menantang klien agar berpindah dari
“didukung oleh lingkungan” kepada “didukung oleh diri sendiri”. Menurut perls
(1969a,hlm.29) sasaran terapi adalah menjadikan pasien tidak bergantung pada
orang lain, menjadikan pasien menemukan sejak awal bahwa dirinya bisa melakukan
banyak hal, lebih banyak daripada yang dikiranya”. Dengan demikian, tujuan
utama terapi adalah membantu klien agar menjalani hidup lebih penuh,.
Tujuan terapi Gestalt bukanlah penyesuaian terhadap
masyarakat. Perls mengingatkan bahwa kepribadian dasar pada zaman kita adalah
neurotic sebab, menurut keyakinannya, kita hidup di masyarakat tidak sehat.
Menurut Perls, kita bisa memilih menjadi bagian dari ketidaksehatan kolektif
dan atau menghadapi resiko menjadi sehat. Tujuan terapi selanjutnya adalah
membantu klien agar menemukan pusat dirinya. Perls mengatakan, “Jika Anda
berpusat pada diri Anda sendiri, maka Anda tidak harus disesuaikan lagi, maka
apapun yang lewat dan diasimilasi oleh Anda, Anda bisa memahaminya dan Anda
berhubungan dengan apa pun yang terjadi”. (Perls, 1969a, hlm. 30)
Sasaran utama terapi Gestalt adalah pencapaian
kesadaran. Kesadaran dengan dan pada dirinya sendiri; dipandang kuratif. Tanpa
kesadaran, klien tidak memiliki alat ukur mengubah kepribadiannya. Dengan
kesadarannya, klien memiliki kesanggupan untuk menghadapi dan menerima
bagian-bagian keberadaan yang diingkarinya serta untuk berhubungan dengan
pengalaman-penglaman subjektif dan dengan kenyataan. Klien bisa menjadi suatu
kesatuan dan menyeluruh. Apabila klien menjadi sadar, maka urusannya yang tidak
selesai akan selalu muncul sehingga bisa ditangani dalam terapi.
D.
Fungsi dan peran konselor Gestalt
Terapi gestalt difokuskan pada perasaan-perasaan
klien, kesadaran atas saat sekarang, pesan-pesan tubuh, dan
penghambat-penghambat kesadaran. Ajaran Perls adalah”kosongkan pikiran anda dan
capailah kesadaran.”
Menurut Perls, terapi Gestalt berhubungan dengan hal
yang jelas. Dan tidak melihat bisul di hidungnya sendiri,demikian menurut perls
tugas terapis adalah menantang klien. Dengan cara ini, klien belajar
menggunakan kesadarannya secara penuh. Terapi Gestalt menggunakan
mata dan telinga terapis untuk menyangga saat sekarang. Terapis
menghindari intelektualisasi abstrak, diagnosis, penafsiran, dan ucapan yang
berlebihan.
Pengembangan berbagai siasat Gestalt adalah suatu hal
yang mudah. Akan terapi, penggunaan teknik-teknik dengan cara mekanis adalah
cara lain yang mendorong klien untuk meneruskan kehidupannya yang tidak
otentik. Polster dan Polster (1973) membahas konsep tentang “terapis sebagai
instrumennya sendiri”. Sama halnya dengan para seniman yang perlu mempunyai
hubungan dengan apa yang dilukisnya, terapis adalah “partisipan artistic dalam
penciptaan suatu hidup baru’. Polster dan Polster menganjurkan kepada para
terapis untuk menggunakan pengalamannya sendiri sebagai bahan yang esensial
dalam proses terapi. Menurut mereka, terapis bukanlah semata-mata responder,
pemberi umpan balik, atau katalisator yang tidak mengubah diri sendiri. Data
dari pertemuan terapeutik berlandaskan pengalaman-pengalaman timbal balik di
antara klien dan terapis. Jika terapis ingin berfungsi secara efektif, maka dia
harus selaras baik dengan kliennya maupun dengan dirinya sendiri. Jadi terapi
adalah keterlibatan dua arah di atas landasan aku kamu yang sejati. Yang
berubah bukan hanya klien, melainkan juga terapis.
Pertama-pertama perls menyatakan bahwa sasaran terapis adalah
kematangan klien dan pembongkaran,”hambatan-hambatan yang mengurangi kemampuan
klien berdiri di atas kaki sendiri,” tugas terapis adalah membantu klien dalam
melaksanakan peralihan dari dukungan eksternal kepada dukungan internal dengan
menentukan letak jalan buntu. Jalan buntu adalah titik tempat individu
menghindari mengalami perasaan-perasaan yang mengancam karena dia merasa tidak
nyaman. Pada jalan buntu, klien berusaha mengelak dari lingkungannya dengan
memainkan peran-peran palsu sebagai orang yang lemah, tak berdaya,bodoh dan
tolol. Tugas terapis adalah membantu klien untuk menembus jalan buntu sehingga
pertumbuhan bisa terjadi. Itu adalah suatu tugas yang sulit, sebab klien pada
titik jalan buntu percaya bahwa dirinya tidak memiliki kesempatan
mempertahankan kelangsungan hidup dan bahwa dia tidak ingin menemukan cara-car
untuk mempertahankan kelangsungan hidup.
Perls mengemukakan bahwa cara untuk menghindari
manipulasi yang mungkin dilakukan klien adalah membiarkan klien menemukan
sendiri potensi-potensinya yang hilang. Klien menggunakan terapis sebagai
“layar proyeksi” dan memandang terapis sebagai pemberi apa-apa yang hilang dari
dirinya. Perls menyatakan bahwa semua orang memiliki “ lubang “ dalam
kepribadiannya, lubang itu boleh jadi mengcakup penyerahan mata dan telinga
sendiri; dia lebih suka meminta orang lain agar melihat dan mendengar untuk
dirinya dibandingkan melihat dan mendengar sendiri.
Menurut Perls lubang-lubang itu terlihat jelas. Tugas
terapis kemudian adalah menyajikan situasi yang menunjang pertumbuhan dengan
jalan mengonfrontasikan klien kepada titik tempat dia menghadapi suatu putusan
apakah akan atau akan mengembangkan potensi-potensinya. Frustasi menghasilkan
penemuan fantasi. Klien meyakinkan dirinya sendiri bahwa dia
tidak memiliki sumber-sumber yang patut digali.
Suatu fungsi yang penting dari terapis Gestalt adalah
memberikan perhatian pada bahasa tubuh kliennya, isyarat-isyarat nonverbal dari
klien menghasilkan informasi yang kaya bagi terapis, sebab isyarat-isyarat itu
sering “menghianati” perasaan-perasaan klien, yang sendiri tidak menyadarinya.
E.
Pengalaman konseli dalam proses
konseling
Perls
(1969a) mengungkapkan sikap skeptisnya tentang orang-orang yang
mendatangi terapi dan menunjukan bahwa tidak begitu banyak orang yang
sungguh-sungguh bersedia bekerja keras guna mencapai perubahan. Meskipun Perls
tampak pesimistis, tidak semua klien hanya mengiginkan
“perubahan neurosis”. Para klien dalam pengalaman terapi Gestalt
memutuskan sendiri apa yang mereka inginkan dan berapa banyak yang mereka
inginkan.
Peringatan
Perls dapat digunakan dalam mengonfrontasikan para klien guna membantu mereka
menguji beberapa besar perubahan yang diingan oleh mereka. Jadi salah satu
tanggung jawaab yang paling pertama harus ditunaikan oleh klien adalah
menetapkan apa yang diingan mereka dari terapi. Jika klien menyatakan bahwa
mereka bingung dan tidak tahu, atau jika klien mengharapkan terapislah yang
akan menetapkan tujuan-tujuan, maka inilah tempat terapis untuk mulai bekerja.
Terapis bersama klien bisa mnegeksplorasi penghidaran klien dari tanggung
jawaab ini. Terapis mengonfrontasikan kliennya dengan cara-caraa mereka
sekarang menghindari anggung jawab mereka sertameminta mereka agar membuat
putusan-putusan tentang kelanjutan terapi.
F.
Hubungan konselor dengan konseli
Sebagai terapis eksistensial, praktek terapi Gestalt
yang efektif melibatkan hubungan pribadi antara terpis dan klien.
Pengalaman-pengalaman kesadaran dan persepsi-persepsi terapis menjadi latar
belakang, sementara kesadaran dan reaksi-reaksi klien membentuk bagian muka
proses terapi. Yang penting adalah terapi secara aktif berbagi persepsi-persepsi
dan pengalaman-pengalaman saat sekarang seketika dia menghadapi klien disini
dan sekarang. Terapis bersama klien perlu mengeksplorasi ketakutan-ketakutan,
pengharapan-pengharapan katastrofik, penghambatan-penghambatan, dan
penolakan-penolakan klien.
Perls (1969a), Polster dan Polster (1973), dan
Kempler(1973) semuanya menekankan pentingnya kepribadian terapis,
tidak hanya teknik-teknik yang mereka miliki, sebagai bahan vital dalam proses
terapi, Perls menentang orang-orang yang menggunakan teknik-teknik sebagai
muslihat yang menghambat pertumbuhan klien dan menjadi merk “terapi
palsu”. Polster dan Polster memperingatkan bahwa jika terapis mengabaikan
kualitas-kualitas peribadinya sebagai instrumen dalam terapi, maka dia hanya akan
menjadi seorang teknisi. Mereka juga menganjurkan terapis untuk membangkitkan
spontanitas diri dan menggunakan hubungan dengan klien sebagai teknik
terapeutik. Kempler menyebut hbungan dengan klien yang actual antara klien dan
terapis sebagai inti dari proses terapeutik. Ia menentang “ penggunaan
taktik-taktik yang bisa menyembuyikan identitas nyata dari terapis
di hadapan klienya”. Kempler juga menyebutkan bahwa teknik-teknik
sering menjadi alat bantu yang bernilai bagi proses terapeutik, tetapi ia
menekankan proses hubungan terapis daan klien dengan alasan bahwa
kualitas hubungan terapis dan klien itu menentukan apa yang terjadi pada
keduanya.
G.
Teknik-teknik dan prosedur
konseling
Levisky
dan Perls (1970, hlm.144-149 ) menyajikian suatu rangkayan ringkas tentang
sejumlah permainan yang bisa di gunakan dalam terapis Gestalt, yang mencangkup:
1)
Permainan-permainan dialog,
2)
Membuat lingkaran,
3)
Urusan yang tak terselesaikan,
4)
“Saya memikul tanggung jawab”,
5)
“Saya memiliki suatu rahasia”,
6)
Bermain proyeksi,
7)
Pembalikan,
8)
Irama kontak dan penarikan,
9)
“Ulangan”,
10) “Melebih-lebihkan”,
11) “Bolehkah
saya memberimu suatu kalimat”
12) Permainan-permainan
konseling perkawinan, dan
13) “Bisakah
anda dengan perasaan ini?”
Pembahasan
teknik-teknik terapi Gestalt berikut berdasarkan uraian permainan-permainan
dari levitsky dan perls ( 1970 ) dengan modifikasi bahandan tambahan-tambahan
petunjuk dari Coreyan untuk pelaksanaannya.
·
Permainan dialog
Terapis Gestalt menaruh perhatian yang
besar pada pemirsah dalam fungsi kepribadian. Yang paling utama adalah pemirsah
antara “top dog” dan “underdog”. Terapi sering di fokuskan pada pertentangan
antara topdog dan underdog itu.
Top dog itu adil, otorider, moralistik,
menuntut, berlaku sebagai majikan, dan manipulatif. Ia adalah”orang tua yang
kritis” yang mengusik dengan kata-kata “harus” dan “sewajibnya” serta
memanipulasi dengan ancaman-ancaman bencana. Sedangkan underdog memenipulasi
dengan memainkan peran sebagai korban, defensif, membela diri dan tak berdaya.
Ia adalah sisi pasif, tanpa tanggung jawab dan ingin dimaklumi. Topdog dan
underdog trlibat dalam pertarungan yang tidak berkesudahan untuk memperoleh kendali. Pertarungan ini bisa
membantu dan menerangkan, mengapa resulusi-resulusi dan janji tidak sering
terlaksana dan mengapa kelambanan menjadi penetap.
Konflik antara dua sisi keperibadian
yang berlawanan itu berakar pada mekanisme introyeksi yang melibatkan
pengabungan aspek-aspek dari orang lain, biasanya orang lain, biasanya orang
lain secra tidak kritis, yakni menyebabkan orang itu sulit untuk menjadi
pribadi yang otonom.Adalah suatu hal yang esensial bahwa orang yang menyadari
introyeksinya, terutama introyeksi beracun yang dapat menghancuri sistem dan
integrasi keperibadian.
Teknik kursi kosong adalah suatu cara
untuk mengajak klien untuk mengeksternalisasi introyeksinya. Dalam teknik ini,
dua kursi di letakan di tengah ruangan. Terapis di minta klien untuk duduk di kursi yang satu dan memainkan peran sebagai
top dog, dan pindah ke kursi lain untuk menjadi underdog. Dialog bisa
dilangsungkan diantarsa kedua sisi klien. Pada dasarnya teknik kursi kosong
adalah suatu teknik yang dimainkan peran yang semua perannya dimainkan oleh
klien. Melalu teknik ini introyeksi bisa dimunculkan ke permukaan dan klien
bisa mengalami konflik lebih penu. Teknik ini membantu klien agar bisa
berhubungan dengan perasaan atau sisi dari dirinya sendiri yang dilingkarinya,
klien mengintensifkan dan mengalami perasaan penuh perasaan yang bertentangan,
dari pada hanyab membicarakannya. Tekik ini juga bisa membantu klien untuk
mengenali introyeksi-introyeksi parental yang tidal menyenangkan. Contohnya,
klien mungkin berkata “itu kedengarannya mirip dengan apa yang dikatakan oleh
ayah saya terhadap saya!” introyeksi parental dapat menyebabkan permainan
“menyiksa diri” terus berlansung selama klien mempertahankan perintah orang
tuanya yang digunakan untuk menghukum dan mengendalikan dirinya sendiri.
Dialog antara dua kecendrungan yang
berlawanan memiliki sasaran meningkatkan taraf integrasi polaritas dan
konfik-konflik yang ada pada diri seseorang ketaraf yang lebih tinggi dengan
sasaran itu terapis tidakbermaksut memisahkan klien dari sifat-sifat tertentu,
tetapi mendorong klien agar belajar menerima dan hidup dengan polaritas. Perls
yaki9n bahwa pendekatan terapi lain terlalu menitik beratkan perubahan. Ia
menandaskan bahwa perubahan tidak bisa dipaksakan dan bahwa melalui penerimaan
atas polaritas-polaritas, integrasi bisa terjadi serta klien akan menghentikan
permainan yang menyiksa dirinya. Terdapat banyak contoh konflik umum yang bisa
di gunakan pada permainan dialog. Diantaranya yang terbukti oleh Corey bisa
digunakan adalah:
1)
Sisi orang tua lawan sisi anak,
2)
Sisi yang bertanggung jawab lawan sisi yang
impulsif,
3)
Sisi yang puritan lawan sisi yang sexy,
4)
“
Anak baik” lawan “ anak nakal “,
5)
Diri yang agresif lawan diri yang pasif, dan
6)
Sisi yang otonom lawan sisi yang ,marah.
Teknik permaninan dialog dapat digunakan
baik dalam konseling individual maupun dalam konseling kelompok.
·
Berkeliling
Berkeliling adalah suatu latihan terapi
Gestalt dimana klien diminta untuk berkeliling keanggota kelompok dan di minta
agar berbicara atau melakukan sesuatu dengan setiap anggota itu. Maksud teknik
ini adalah untuk menghadapi, memberanikan dan menyingkapkan diri, bereksperimen
dengan tingkah laku yang baru, serta tumbuh dan berubah.
·
Latihan “saya bertanggung jawab
atas…”
Dalam
latihan ini, terapis meminta untuk membuat suatu pernyataan itu kalimat “dan
saya bertanggung jawab untuk itu”. Contohnya adalah:
“Saya
merasa jenuh dan saya bertanggung jawab atas kejenuhan saya itu”
Teknik
ini merupakan perluasan kontinum kesadaran dan dirancang untuk membantu
orang-orang agar mengakui dan menerima perasaan-perasaannya alih-alih
memproyeksi perasaan itu kepada orang lain.
Meskipun
tampaknya mekanis, teknik initerbukti bisa sangat berguna.
·
“Saya memiliki suatu rahasia”
Tenik
ini dimaksudkan untuk mengespolorasi perasaan berdosa dan malu. Terapis meminta
kepada para klien untuk berhayal tentang suatu trahasia yang terjaga dan baik,
membayangkan bagaimana membayangkan perasaan mereka dan bagaimana orang lain
bereaksi jika mereka membuka rahasia itu. Dalam setting kelompok,Corey meminta
kepada para partisipan untuk membayangkan diri mereka berdiri dihadapan
sekelompok orang dan membukaan aspek yang telah menguras banyak energi untuk
menyembunyikan kepada orang lain. Kepada Corey meminta kepada para partisipan
membukakan rahasianya kepada mereka.
·
Bermain proyeksi
Dinamikakan
proyeksi terdiri atas seseorang melihat pada orang lain hal-hal yang justru ia
tidak mau melihatnya dan menerimanya pada diri sendiri. Orang bisa menguras
banyak energi untuk mengikari perasaan sendiri dan untuk mengaluhkan
motif-motif dirinya pada orang lain. Acap kali, terutama dalam setting
kelompok, pernyataan seseorang tentang orang lain sebenarnya adalah proyeksi
dari atribut yang dimilikinya.Dalam permainan “bermain proyeksi”, terapis
meminta kepada klien yang mengatakan “Saya tidak bisa mempercayaimu” untuk
memainkan peran sebagai orang yang tidak bisa menaruh kepercayaan guna
menyingkapkan sejauh mana kepercayaan itu menjadi konflik pada dirinya. Dengan
perkataan lain, terapis meminta klien untuk “mencobakan” pernyataan tertentu
yang ditunjukan kepada orang lain dalam kelompok.
·
Teknik pembalikan
Gejala-gejala
dan tingkah laku tertentu sering kali merepresentasikan pembalikan impuls yang mendasari atau yang laten. Jadi, terapis bisa
meminta klien yang mengaku menderita inhibisi-inhibisi yang kuat dan rasa malu
yang berlebihan agar memainkan peran seorang ekshibisionis dalam kelompok.
Teori yang melandasi teknik pembalikan adalah teori bahwa klien terjun kedalam
sesuatu yang ditakutinya karna menganggap bisa menimbulkan kecemasan, dan
menjalin hubungan diri dengan bagian diri yang telah di tekan atau yang di
lingkari.
·
Permainan ulangan
Menurut
perls,banyak pemikiran kita yang merupakan pengulangan. Dalam fantasi, kita
mengulang-ulang peran yang kita anggap masyarakat mengharapkan kita
memainkannya. Ketika tiba saat menampilkannya, kita mengalami demam panggung
atau kecemasan, yakni kita takut tidak mampu memainkan peran kita itu dengan
baik. Pengulangan internal menghabiskan banyak energy serta acapkali menghambat
spontanitas dan kesediaan kita untuk bereksperimen dengan tingkah laku baru.
Para
anggota kelompok terapi melakukan permainan berbagai pengulangan satu sama lain
dalam upaya meningkatkan kesadaran atas pengulangan-pengulangan yang dilakukan
oleh mereka dalam memenuhi tuntutan memainkan peran-peran sosial. Mereka
menjadi lebih sadar betapa mereka selalu memenuhi pengharapan-pengharapan orang
lain, sadar atas beberapa derajat keinginan mereka untuk disetujui, diterima,
dan disukai, serta sejauh mana mereka berusaha memperoleh penerimaan.
·
Permainan
melebih-lebihkan
Permainan ini berhubungan dengan
konsep peningkatan kesadaran atas tanda-tanda dan isyarat-isyarat halus yang
dikirimkan oleh seseorang melalui bahasa tubuh. Gerakan-gerakan, sikap-sikap
badan, dan mimik muka bisa mengkomunikasikan makna-makna yang penting, begitu
pula isyarat-isyarat yang tidak lengkap. Klien diminta untuk melebih-lebihkan
gerakan-gerakan atau mimik muka secara berulang-ulang, yang biasanya
mengintensifkan perasaan yang berpaut pada tingkah laku dan membuat makna
bagian dalam menjadi lebih jelas.
Tingkah laku
yang bisa digunakan dalam permainan melebih-lebihkan itu misalnya adalah
tersenyum sambil mengungkapkan kesakitan atau perasaan yang negatif, gemeter
(menggoyangkan tangan dan kaki), duduk lunglai dan menurunkan pundak,
mengepalkan tinju, mengerutkan dahi, menyeringai, dan menyilangkan tangan. Jika
klien melaporkan bahwa kedua kakinya gemetar, misalnya, terapis bisa meminta
kepada klien untuk berdiri dan melebih-lebihkan getarannya. Kemudian terapis
bisa meminta klien agar mengungkapkan arti getaran kakinya itu dengan
kata-kata.
Sebagai
variasi dari bahasa tubuh, tingkah laku verbal juga bisa digunakan dalam
permainan melebih-lebihkan. Terapis bisa meminta klien agar mengulangi
pernyataan yang telah dicoba dibelokkannya dan setiap mengulang pernyataan itu
diucapkan lebih keras. Teknik ini sering membawa hasil bahwa klien mulain
sungguh-sungguh mendengar dan didengar dirinya sendiri.
·
Tetap
dengan perasaan
Teknik ini bisa digunakan pada saat
klien menunjuk pada perasaan atau suasana hati yang tidak menyenangkan yang ia
sangat bisa menghindarinya. Terapis mendesak klien untuk tetap dengan atau
menahan perasaan yang ia ingin menghindarinya itu.
Kebanyakan
klien ingin melarikan diri dari stimulus yang menakutkan dan menghindari
perasaan-perasaan yang tidak menyenangkan. Terapis bisa meminta klien untuk
bertahan dengan ketakutan atau kesakitan
apapun yang dialaminya sekarang dan mendorong klien untuk menyelam lebih dalam
ke dalam perasaan dan tingkah laku yang ingin dihindarinya. Menghadapi,
mengonfrontasi, dan mengalami perasaan-perasaan tidak hanya membutuhkan
keberanian, tetapi juga membutuhkan kesediaan untuk bertahan dalam kesakitan
yang diperlukan guna membuka dan membuat jalan menuju taraf-taraf pertumbuhan
yang lebih baru.
·
Pendekatan
Gestalt terhadap kerja mimpi
Dalam psikoanalisis, mimpi-mimpi
ditafsirkan, pemahaman intelektual ditekan, dan asosiasi bebas digunakan
sebagai metode untuk mengeksplorasi makna-makna yang tidak disadari dari
mimpi-mimpi. Terapi Gestalt tidak menafsirkan dan menganalisis mimpi, membawa
kembali mimpi pada kehidupan, menciptakan kembali mimpi, dan menghidupkan
kembali mimpi seakan-akan mimpi itu berlangsung sekarang. Mimpi tidak
dibicarakan sebagai suatu kejadian yang telah berlalu, tetapi sebagai sesuatu
yang terjadi sekarang, dan pemimpi menjadi bagian dari mimpi yang dialaminya.
Yang dianjurkan dalam penanganan mimpi-mimpi adalah membuat daftar dari segenap
rincian mimpi, mengingat orang-orang, kejadian dan suasana hati dalam mimpi,
dan kemudian menjadi bagian dari mimpi dengan jalan mentransformasikan diri,
bertindak sepenuh mungkin, dan menciptakan dialog; karena setiap bagian mimpi
itu dianggap meruapak proyeksi dari diri, maka klien membuat skenario untuk
pertemuan-pertemuan diantara berbagai karakter atau bagian; segenap bagian
mimpi yang berbeda mengungkapkan sisi-sisi yang kontradiktiori dan tidak
konsisten. Jadi, dengan melibatkan diri pada dialog antara sisi-sisi yang
berlawanan itu, orang lambat laun menjadi lebih sadar atas jangkauan
perasaan-perasaannya sendiri.
Menurut
Perls (1969a) mimpi adalah ungkapan yang paling spontan dari keberadaan
manusia. Mimpi merepresentasikan situasi yang tidak tuntas, tetapi lebih dari
sekadar suatu situasi yang tidak tuntas atau hasrat yang tidak terpenuhi.
Setiap mimpi mengandung pesan eksistensial tentang diri seseorang dan
perjuangan yang dialaminya sekarang. Segala hal bisa ditemukan dalam
mimpi-mimpi jika segenap bagian dari mimpi-mimpi itu dipahami dan diasimilasi.
H.
Kontribusi pendekatan konseling
Gestalt
·
Aplikasi prinsip Gestalt
1)
Belajar
Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.
2)
Insight
Pemecahan masalah secara jitu yang muncul setelah adanya proses pengujian berbagai dugaan/kemungkinan. Setelah adanya pengalaman insight, individu mampu menerapkannya pada problem sejenis tanpa perlu melalui proses trial-error lagi. Konsep insight ini adalah fenomena penting dalam belajar, ditemukan oleh Koehler dalam eksperimen yang sistematis.
3)
Memory
Hasil persepsi terhadap obyek meninggalkan jejak ingatan. Dengan berjalannya waktu, jejak ingatan ini akan berubah pula sejalan dengan prinsip-prinsip organisasional terhadap obyek. Penerapan Prinsip of Good Form seringkali muncul dan terbukti secara eksperimental. Secara sosial, fenomena ini juga menjelaskan pengaruh gosip/rumor.
·
Implikasi Gestalt
*
Pendekatan fenomenologis menjadi salah
satu pendekatan yang eksis di psikologi dan dengan pendekatan ini para tokoh
Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat mempelajari higher mental
process, yang selama ini dihindari karena abstrak, namun tetap dapat
mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya.
*
Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran
behaviorisme dengan menyumbangkan ide untuk menggali proses belajar kognitif,
berfokus pada higher mental process. Adanya perceptual field diinterpretasikan
menjadi lapangan kognitif dimana proses-proses mental seperti persepsi,
insight,dan problem solving beroperasi. Tokoh : Tolman dan Koehler.
·
Penerapan dalam Terapi Individual
dan Kelompok
Terapi
individual bisa juga dilaksanakan dalam bentuk yang kurang murni, yang ditandai
oleh dialog antara klien dan terapis. Terapis bisa menyarankan
percobaan-percobaan guna membantu klien dalam memperoleh fokus yang lebih tajam
kepada apa yang dilakukannya sekarang. Akan tetapi terapis juga membawa
reaksi-reaksinya ke dalam dialog, dan karenanya dia lebih dari sekadar pengarah
terapi individual.
Kempler
(1973, hlm. 270-271) mendesakkan “pengungkapan pribadi secara penuh” dari
terapis selama pertemuan terapi: “Tanggung jawab terapis adalah menghidupkan
terapi, bukan hanya berkhotbah dengan menafsirkan tingkah laku orang lain”.
Kempler menyatakan bahwa terapis mengungkapkan segenap yang dipikirkan atau
dirasakannya “yang dianggap bisa mengurangi kemampuan berpartisipasi jika
dipertahankan”. Kempler menganjurkan agar terapis menunjukkan tingkah lakunya
yang luas selama pertemuan terapi. Terapis boleh menganjurkan, berteriak,
menangis, berbicara tentang diri sendiri, mengeksplorasi kebingungannya
sendiri, atau menegur klien. Menurut Kempler, “tidak ada tingkah laku yang
menjadi milik yang ekskelusif dari klien. Jika proses hubungan klien-terapis
bisa terus berlangsung, maka hal itu banyak bergantung pada partisipasi penuh
dari terapis maupun pada tuntutannya kepada kliennya untuk menunjukkan komitmen
yang penuh.” Jelas, Kempler percaya bahwa terapi individual yang berhasil
adalah hasil partisipasi bersama dari dua manusia. Terapis harus berbuat lebih
dari sekadar mengajukan pertanyaan-pertanyaan, membuat penafsiran-penafsiran,
dan memberikan saran-saran. Proses yang berlawanan yang ada dalam diri terapis
sendiri adalah bagian yang vital dari proses terapi.
Dalam
setting kelompok pun praktek terapi Gestalt bisa mengambil bentuk murni atau
sebagai alternatif, mendorong para anggota untuk secara spontan terlibat dalam
interaksi satu sama lain. Perls menangani kelompok dengan cara yang murni.
Kontaknya difokuskan kepada klien tunggal pada suatu saat, dan ia mengalihkan
perhatian klien dari kelompok kepada reaksi-reaksi internal klien itu sendiri.
Pada dasarnya, melalui cara ini, terapis dan klien bekerja sama, dan para
anggota lain bertindak sebagai pengamat.
Oleh
karena itu, terapis, apakah bekerja menangani klien individual ataupun
kelompok, memiliki keleluasaan untuk menggunakan teknik-teknik psikoterapi dengan
jangkauan yang lebih luas daripada yang secara orisinil dikembangkan oleh Perls
dibengkel kerjanya. Pola kerja “hot seat” Perls sesuai dengan gaya dan
kebutuhan-kebutuhannya. Menurut Kempler (1973), pola itu menempatkan Perls pada
posisi top dog. Kempler menyatakan bahwa Perls adalah pribadinya sendiri dan
mengembangkan suatu gaya yang unik yang tidak bisa ditiru secara mekanis dengan
hasil yang efektif. “bahwa Fritz mengikuti dirinya sendiri adalah esensi dari
dirinya dan diharapkan pula bahwa hal itu akan menjadi inti dari Gerakan
Gestalt” (Kempler, 1973, hlm. 253). Jadi, praktek terapi Gestalt bisa memikul
dimensi-dimensi yang luwes sehingga, diharapkan, terapis akan mengembangkan
gaya kepemimpinan yang konsisten dengan kepribadiannya sendiri dan tidak jatuh
ke dalam perangkap dari sekadar meniru Fritz Perls.
Faktor-faktor
yang berhubungan dengan penerapan yang pantas dari teknik-teknik terapi Gestalt
adalah: (1) waktu, (2) jenis klien yang ditangani, (3) setting yang dihadapi.
·
Penerapan di Sekolah: Proses
Belajar-Mengajar
Metodologi
Gestalt memliki penerapan langsung bagi kerja menangani anak-anak dan para
remaja di sekolah. Lederman dengan jelas menjabarkan perasaan-perasaan
ketidakberdayaan dan adapati yang sering dialami, baik oleh anak-anak maupun
pleh para orang tua. Lederman menerapkan konsep-konsep terapi Gestalt dalam
mengonfrontasikan anak-anak dengan cara-cara mereka menghindari penggunaan
kekuatan pribadinya, dan ia menuntut, berdasarkan kepribadiaanya sendiri dan
hubungannya yang sungguh-sungguh dengan anak-anak, agar anak-anak itu menerima
tanggung jawab atas apa yang dilakukan oleh mereka. Ia menghadapi anak-anak
yang diliputi kebencian, kemarahan, perasaan tidak berdaya dan memandang diri
sendiri sebagai manusia yang gagal.
Para
guru secara khas takut pada emosi-emosi eksplosif para siswanya serta umumnya
mengabaikan kenyataan emosi-emosi semacam itu. Alih-alih, para guru cenderung
mendorong para siswa untuk menekan agresivitas dan perasaan-perasaan marah
serta tingkah laku lainnya. Mereka menuntut agar para siswa berpikir secara
beradab, merasa secara beradab, dan bertindak secara beradab. Oleh karena itu,
mereka mengabaikan keberadaan dan dunia para siswanya. Begitu sering para guru
percaya bahwa sebelum perasaan-perasaan “negatif” ditekan, maka kekacauan akan
selalu terjadi di ruangan kelas.
Sebaliknya,
Lederman tidak hanya mengakui emosi-emosi yang kuat, tetapi juga mendorong
pengungkapan perasaan-perasaan dan sekaligus menuntut agar para siswa memikul
tanggung jawab atas konsekuensi-konsekuensi dari tingkah laku mereka sendiri.
Kekacauan tidak Timbul di ruangan kelas yang ditangani oleh Lederman. Kadang
kadang ia keras dan menuntut, tetapi di
lain waktu ia lembut. Akan tetapi, ia
selalu bekerja dengan tujuan para siswa memperoleh pemahaman tentang dirinya
sendiri. Pendek kata, Lederman mengetahui benar bahwa para siswa tidak akan
mempelajari pelajaran sebelum mereka menangani secara efektif kekacauan emosi
yang menghambat konsentrasi pada tugas-tugas belajar.
Cara-cara
belajar yang menjadi alternatif, yang memasukan perasaan-perasaan,
ambisi-ambisi, tujuan-tujuan, nilai-nilai, sikap-sikap, dan ruangan hidup
siswa, adalah fokus pendidikan yang konfluen.
I.
Keterbatasan dan kritik terhadap
konseling Gestalt.
A.
Kelebihan
·
Terapi Gestalt menangani masa lampau
dengan membawa aspek-aspek masa lampau yang relevan ke saat sekarang.
·
Terapi Gestalt memberikan perhatian terhadap
pesan-pesan nonverbal dan pesan-pesan tubuh.
·
Terapi Gestalt menolak mengakui ketidak
berdayaan sebagai alasan untuk tidak berubah.
·
Terapi Gestalt meletakkan penekanan pada
klien untuk menemukan makna dan penafsiran-penafsiran sendiri.
·
Terapi Gestalt menggairahkan hubungan
dan mengungkapkan perasaan langsung menghindari intelektualisasi abstrak tentang
masalah klien.
B.
Kelemahan
·
Terapi Gestalt tidak berlandaskan pada
suatu teori yang kukuh.
·
Terapi Gestalt cenderung antiintelektual
dalam arti kurang memperhitungkan faktor-faktor kognitif.
·
Terapi Gestalt menekankan tanggung jawab
atas diri kita sendiri, tetapi mengabaikan tanggung jawab kita kepada orang
lain.
·
Terdapat bahaya yang nyata bahwa terapis
yang menguasai teknik-teknik Gestalt akan menggunakannya secara mekanis
sehingga terapis sebagai pribadi tetap tersembunyi.
·
Para klien sering bereaksi negative
terhadap sejumlah teknik Gestalt karena merasa dianggap tolol. Sudah
sepantasnya terapis berpijak pada kerangaka yang layak agar tidak tampak hanya
sebagai muslihat-muslihat.
J.
Latihan mendiskripsikan kasus menggunakan
pendekatan konseling Gestalt.
Belly adalah
seorang mahasiswi yang menganggap bahwa semua laki-laki itu tidak baik. Ia
menganggap bahwa semua laki-laki selalu menyakiti dan bersikap kasar. Perilaku
Belly cenderung menjauhi laki-laki. Hal ini membuat ibunya cemas apabila anaknya
tidak mendapatkan pasangan hidu pada akhirnya. Merekapun mendatangi konselor
dengan pendekatan gestalt, ternyata diketahui bahwa pada masa lalunya, Belly
mengalami perlakuan yang buruk dari ayahnya, sewaktu berusia sekolah dasar, ia
seringkali dipukuli dihardik dengan sangat kasar. (unfinished bussines).
Konselor Gestalt
akan berusaha untuk membantu Belly merasakan apa yang terjadi saat ini.
Konselor akan menfasilitasi Belly untuk menunjukkan situasi yang terjadi saat
ini. Pendekatan Gestalt tidak berorientasi pada masa lalu atau berusaha untuk
mengorek perilaku orang tua yang menyebabkan Belly berperilaku menjauhi
laki-laki. Sebab, jika itu dilakukan, maka Belly ini akan berusaha untuk meraih
masa lalunya yang hilang, dan dia akan berpikir menjadi anak kecil. Ini adalah
proses yang tidak produktif.
Belly akan
dibantu untuk menyadari bahwa perilakunya tidak produktif dan kemudian mencari
perilaku-perilaku yang lebih produktif. Akhirnya, klien didorong untuk langsung
mengalami perjuangan disini-dan-sekarang terhadap urusan yang tak selesai di
masa lampau. Dengan mengalami konflik-konflik, meskipun hanya membicarakannya,
klien lambat laun bisa memperluas kasadarannya.
|
Princess :)
Tagboard :)
Put your Cbox here :) Round of applause :)
Background : SRH Header : Jiba Edit by : You :) |